Nabi Nuh a.s adalah nabi keempat sesudah Adam,
Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik
bin Metusyalih bin Idris.
Berlalulah
beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar
kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal
berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan
terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan
dalam bentuk kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeza.
Di sinilah
iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahwa
berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan
menolak bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu. Dalam
situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada
kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi
kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan
mengutusnya di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT memilih hamba-Nya yang
bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju
kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu
akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan
kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada
kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu Pencipta yang
berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari
kiamat. Hari yang besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi Nuh
menjelaskan kepada kaumnya bahawa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa
sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahawa setan telah
lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh
menyampaikan kepada mereka, bahawa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia
telah menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada
mereka. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua
kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang yang
menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi Nuh, sedangkan
kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya, orang-orang kuat, dan
para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh dengan penuh keraguan.
Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan
untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka menuduh bahawa Nabi Nuh adalah manusia
biasa seperti mereka:
"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami
tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami.'" (QS. Hud: 27)
Demikianlah
telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari kaumnya.
Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata
kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman
kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah
kaum bangsawan dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau
menggabungkan kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh
mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la
mengetahui bahawa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan
baik.
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai
bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi
rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya,
padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, aku tidak
meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah
dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah
beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku
memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku,
siapakah yang dapat menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka
tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu
(bahawa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku
tidak mengetahui hal yang ghaib, dan tidak pula aku mengatakan: 'Sesungguhnya
aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang
dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan
kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada mereka.
Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang
lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Demikianlah
Nabi Nuh menunjukkan bahawa permintaan kaumnya agar ia mengusir orang-orang
mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahawa ia
tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu
mereka akan kerendahannya dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat
melakukan sesuatu yang merupakan bahagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu
pemberian nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak
mengetahui ilmu ghaib, kerana ilmu ghaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT.
Ia juga memberitahukan kepada mereka bahawa ia bukan seorang raja, yakni
kedudukannya bukan seperti kedudukan para malaikat. Sebahagian ulama
berargumentasi dari ayat ini bahawa para malaikat lebih utama dari pada para
nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi Nuh
berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang
sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu,
sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya
penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa
yang ada dalam diri mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah
menganiaya diriku sendiri seandainya aku mengatakan bahawa Allah tidak
memberikan kebaikan kepada mereka."
Kemudian
rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh.
Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan
kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah
kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang
yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu
kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan
diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat
kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh
menambahkan bahawa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi
sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan
oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis
berkata:
"Kerana Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf:
16)
Peperangan
pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin
melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka
tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari
batas-batas adab dan berani mengejek Nabi Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang
kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh
menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun
tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu
amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari
Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62)
Nabi Nuh
tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi
hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh
tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan
sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh
pada mereka. Ia menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan
kekuasaan-Nya di dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah
Allah SWT, mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah
SWT mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga
mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau
mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru
mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru mereka lagi
dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka:
'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia
akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-
anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya
selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS.
Ankabut: 14)
Sayangnya,
jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru
bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la
senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya
dengan kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih
terhadap kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan
selama 950 tahun. Tampak bahawa usia manusia sebelum datangnya taufan cukup
panjang. Dan barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus
baginya.
Datanglah
hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa orang-orang yang
beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya
agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh
berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-
orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh
membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, nescaya mereka
akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak
yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)
Allah SWT
berfirman dalam surah Hud:
"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahawasannya sekali-kali tidak akan
beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, kerana
itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan
buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah
kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya
mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Allah SWT
menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun
kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog
dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk
membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa
yang ditanamnya dan mulai merakitnya.
Pada suatu
hari, orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius membuat
perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak terdapat
sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar wahai Nuh?
Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang memungkinkan bagi
perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang kafir semakin
tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.
Selesailah
pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan
kepada Nabi Nuh bahawa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda
dimulainya angin taufan. Di sebutkan bahawa tafsiran dari at-Tannur ialah oven
(alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya
air dan ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka
pada suatu hari tannur itu mulai menunjukkan tanda- tandanya dari dalam rumah
Nabi Nuh, lalu Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang
mukmin untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung,
binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan
lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.
Jibril
menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang
tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahawa angin taufan telah
menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia harus
mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu
itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin
sangat sedikit.
Istri Nabi
Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah
satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan
Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak
beriman sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang
mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh
orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."
Air mulai
meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi
kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat
deras yang belum pernah turun hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak
akan ada hujan seperti itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya
menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang
tidak wajar sehingga bola bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air
sehingga ia menjadi bola air. Allah SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang
tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah
air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut
Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi
di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak
gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang
taufan, Nabi Nuh memanggil-manggil puteranya. puteranya itu berdiri agak jauh
darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu
berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu
menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku
dari air bah." (QS. Hud: 43)
Nabi Nuh
kembali menyerunya:
"Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang
yang dirahmati-Nya." (QS. Hud: 43)
"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak
itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Ombak
tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati
anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan
meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain
air. Allah SWT berkehendak - sebagai rahmat dari-Nya - untuk menenggelamkan si
anak jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si
ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahawa gunung akan mencegahnya dari kejaran air
namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin taufan terus berlanjut dan terus
membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju
kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebagian kayu
yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang
mukmin, begitu juga berbagai binatang yang ikut bersama mereka.
Taufan yang
dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak
dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit
menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar
kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu.
Ada yang mengatakan bahawa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan
datangnya perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut.
taufan telah menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu
pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang
lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan air pun
disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan
telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan
bahawa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun
sebelum datangnya taufan, kerana itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi
atau anak kecil.
Dikatakan:
'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. taufan
menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang
mengerikan dengan lenyapnya taufan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke
jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui
saat itu bahawa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahawa anaknya sebagai
seorang mukmin yang memilih untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung
kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka
menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bahagian keimanan
yang ada pada anaknya. Lalu bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang
ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah
yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil- adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh ingin
berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman
dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT
berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang
dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu,
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya).
Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Nabi Nuh
memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT
merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam keadaan
dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau
dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan
sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas
kasihan kepadaku, nescaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. " (QS.
Hud: 47)
Difirmankan: "'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan
penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari
orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi Nuh
turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas
sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orang-orang mukmin juga turun.
Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih
basah kerana pengaruh taufan.
0 komentar:
Posting Komentar